Catatan Kejadian Mencekam Di Camp Dan Summit Attack Gunung Ciremai Bareng Backbone Adventure Indonesia
Salam kawan-kawan pendaki, Backbone! Maybek. Nah sekarang saya akan melanjutkan cerita keseruan mendaki gunung Ciremai bersama Backbone Adventure Indonesia. Oh iya yang barusan itu adalah yel-yel atau penanda yang dipakai Backbone Adventure Indonesia saat pendakian.
Jadi jika masing-masing team berjauhan untuk mengecek apakah masih dalam jangkauan maka kita harus meneriakkan dengan kencang Backbone! Dan team yang berada di belakang jika mendengar panggilan ini maka akan menjawab Maybek.
Namun jika tak ada jawaban makan itu pertanda jarak antara tim sudah lumayan jauh dan mau tak mau tim yang di depan harus menunggu sambil beristirahat. Hal ini penting karena untuk menjaga agar tak ada yang tersesat dan terpisah dari kelompok.
Nah kita akan mulai langsung ceritanya dari tempat camp ya kawan-kawan pendaki. Oya sebelumnya bagi yang belum baca cerita tentang keseruan pendakian dari basecamp Palutungan hingga ke tempat kami mendirikan tenda. Tak ada salahnya kalian baca terlebih dahulu Catatan Seru Penaklukkan Atap Jawa Barat, Gunung Ciremai Via Palutungan Bareng Backbone Adventure Indonesia
Nah jika sudah tahu keseruan perjalanan kami dari kaki gunung yang dijuluki Atap Jawa Barat ini hingga sampai di tempat basecamp yang berada diantara pos Pesanggrahan dan Sanghyang Ropoh. Keseruannya pendakian ini masih belum berakhir dan bakalan tambah seru.
Setelah istirahat sebentar dan membagi tenda, saatnya kita kembali mengisi kembali energi yang terbuang saat pendakian tadi. Sambil menunggu mba Epong Utami sang chef andalan Backbone Adventure Indonesia menyiapkan makan sore sekaligus rapelan makan malam.
Kita dipimpin oleh sang presiden BBA Hovidin duduk melingkar untuk saling mengakrabkan diri. Sembari menghangatkan badan semuanya saling berkenalan ya istilahnya taaruf. Dimulai dari anggota pendaki perempuan ada kak Ainiyah dan kak Lichah dari Depok. Lalu dilanjutkan salah satu biang gula eh biang rame group Delta maksudnya he he he dia adalah kak Lia dari Serang yang punya jurus andalan s*nted saat dikomen krik krik krik.
Selanjutnya ada kak Meilyanan dari Kalideres, kak Rany dari Jakarta Timur dan dua kakak beradik kak Ima dan kak Ike yang kompak banget. Dan terakhir dan yang paling berjasa serta senior, chef BBA mba Epong Utami dari Cibubur yang dengan racikan tangannya membuat makanan-makanan sederhana namun enak banget.
Untuk pendaki laki-laki sendiri lumayan banyak yang berasal dari 3 daerah, yaitu Jabodetabek, Kuningan dan Brebes. Nah sepertinya kita mulai kenalkan dari yang jauh dulu ya dari Jabodetabek ada dua orang yang mirip tapi bukan mirip karena kembar apalagi mukanya beda jauh. Tapi namanya yang mirip kaya adik kakak dan kadang kita sering ketuker manggilnya. Ya dia adalah kak Fajar dan kak Fajri yang menjadi saksi mata tragedi mencekam di camp.
Ada kak Topan (Pancoran) yang juga mengajak adiknya yang masih duduk di bangku SMA, Roy ikut pendakian Ciremai ini. Namun Roy serig jadi bahan candaanya kak Imam yang kadang memanggilnya Roy Kyosi dan diminta untuk menerawang. Ya memang begitulah kak Imam yang dari Kwitang Jakarta Pusat.
Lalu ada Kak Afif asal Daan Mogot Jakarta Barat yang sterong banget bawa dua carrier besar padahal treknya menanjak. Selain itu kak Afif juga menjadi tim yang mencari spot untuk mendirikan tenda di antara pos Pasanggrahan.
Ada pak Presiden BBA, Hovidin yang juga mengajak sepupu istrinya yang berada di Kuningan yaitu kak Ferdi. Namun sayang rencana untuk naik bareng mengajak ibu Presiden Lina tidak jadi karena sedang berbunga-bunga diberi amanah untuk menanti dedek kyut-kyut BBA Junior. Wah Alhamdulillah ya. Dan terakhir ada saya dan Tambrin yang berasal dari Brebes, nah kalau penasaran pengen tau siapa saya bisa baca aja halaman About ya. He he he.
Setelah selesai taaruf kita melanjutkan untuk briefing persiapan Summit Attack 3078 mdpl. Bersamaan dengan udara dingin yang mulai menusuk menembus lapisan jaket. Kita sepakat untuk melakukan Summit Attack pada jam 1 malam berangkat dari camp.
Dan akhirnya hidangan makanan nasi, mie goreng, telur orak-arik, dan mie kuah ditambah sosis ala chef Epong telah jadi dan siap disantap. Kita pun langsung bergerak menyerbu hidangan untuk mengisi perut yang sudah konser keroncongan dan menghangatkan tubuh dari dinginnya udara di ketinggian 2000 mdpl.
Kita pun harus sepiring bertiga karena keterbatasan peralatan makan yang tersedia. Namun meski begitu semuanya terasa nikmat dan penuh kehangatan. Namun saat akan memakan mie kuah sosis ternyata kak Imam malah menambahkan kuah air yang terlalu banyak. Jadinya ya rasanya anyep dan dingin karena bumbunya kurang.
Saat akan menambahkan garam ternyata kenyataan yang menyedihkan terungkap dimana tim konsumsi lupa membeli garam dapur dan yang ada hanya penyedap rasa. Seperti pepatah tak ada akar rotan pun jadi eh kebalik ya, he he he. Akhirnya soup over air itu pun ditambahkan penyedap rasa. Dan saat dimakan wah rasanya berubah drastis. Mie sosisnya berubah rasa dari anyep menjadi rasa sapi. Walaupun rasanya aneh namun satu baskom kecil mie sosis tersebut habis juga. Maklum anak gunung memang begitu selalu menghargai makanan walaupun makanan itu rasanya aneh dan ajaib. He he he.
Usai makan malam tak lupa kita pun melaksanakan shalat Maghrib dan Isya sebelum istirahat mengumpulkan tenaga untuk Summit Attack malam nanti. Namun chef Epong masih bertugas bersama kak Ima untuk memasak nasi dan lauk persiapan Summit Attack.
Dan pak Presiden BBA menyuruh saya bersama kak Fajar dan kak Fajri untuk menemani sekaligus menuntaskan misi menggantungkan makanan dan sampah sebelum akhirnya istirahat. Memang sebelumnya kita mendapat peringatan dari Ranger Taman Nasional Gunung Ciremai untuk menggantungkan makanan dan sampah sebelum tidur. Hal tersebut untuk menghindari serangan babi hutan yang kadang berkeliaran di dekat camp yang kami tempati.
Oleh karena itu kami bertiga bertugas memastikan semua makanan dan bahan makanan serta peralatan makan dan sampah aman dari jangkauan babi hutan sekaligus menemani dan membantu chef Epong dan kak Ima memasak.
Kita memasak tofu, sosis bakar yang digoreng, nuget dan nasi untuk sarapan dan makan siang besok. Sambil ditemani coklat hangat untuk melawan dinginnya Ciremai, satu persatu lauk tersebut selesai dimasak. Dan terakhir saatnya memasak nasi, namun karena lama maka kita secara bertahap menggantungkan beberapa peralatan masak yang sudah tak digunakan lagi.
Tak hanya itu kami pun menyempatkan foto bersama langit yang penuh bintang di camp meskipun terhalang pepohonan. Namun langit cerah penuh bintang tetap terlihat. Sayangnya dari beberapa foto yang dilakukan ternyata hampir semuanya tak begitu jelas muka kita berlima. Maklum karena kita harus jadi seperti manekin atau diam tak bergerak selama 30 detik utnuk mendapatkan foto bintang yang jelas di kamera.
Namun begitu kegiatan foto ini sedikit membuat kami mampu melawan dinginnya malam itu sambil mengisi waktu menunggu nasi yang tak matang-matang. Dan akhirnya sekitar setengah sembilan malam nasi pun matang. Kita pun langsung mengamankan nasi dan lauk dengan hammock yang diikatkan didekat tenda.
Sementara itu pohon yang tak jauh dari camp kami menjadi sasaran kami menitipkan barang-barang seperti kompor dan peralatan masak lainnya serta bahan makanan agar tak mengundang babi hutang datang ke camp kami. Dan terakhir kami sampah pun tak lupa kami ikatkan diatas pohon yang jauh dari jangkauan babi hutan. Setelah itu tepat jam 9 malam kita semua masuk ke tenda masing-masing untuk beristirahat.
Namun ini bukanlah akhir keseruan malam itu tapi malah sebuah awal menegangkan yang terjadi. Setelah memakai Sleeping Bag dan mematikan headlamp, saya mencoba memejamkan mata. Namun lima menit kemudian suara mengerikan itu terdengar.
Jelas sekali di bawah jurang suara babi hutan terdengar seperti sedang berebut sesuatu. Dan saya pun tak bisa memejamkan mata dengan tenang. Bahkan kak Fajri dan kak Fajar berkata dari dalam tenda sebelah ada babi setelah mendengar suara itu.
Tak lama tanah bergetar dan terdapat suara langkah seperti ada pendaki lain yang lewat. Namun yang aneh tak ada cahaya dari sorotan headlamp. Suasana mencekam tersebut semakin menjadi saat kak Fajar dan kak Fajri keluar tenda dan memanggil saya dari luar dengan suara minta tolong kalau kak Ike kumat lagi.
Akhirnya tanpa pikir panjang saya langsung keluar tenda dan melihat kak Fajri sedang mengambil Al Qur'an untuk membacakan surat Ya-Sin. Dan memang saat itu keadaan begitu mencekam karena kak Ike kembali ketempelan dan teriak-teriak.
Akhirnya saya pun ikut membacakan surat Ya-Sin di dekat tenda ka Ike yang sedang dibantu pendaki perempuan lainnya di dalam tenda untuk segera sadar. Saat itu pak Presiden BBA, Hovidin pun keluar dari tenda dan melihat kondisi malam mencekam itu.
Dan akhirnya kak Fajar beserta kak Fajri dan pak Presiden BBA berinisiatif untuk mengambil kompor dan membuat minuman hangat untuk membantu recovery kak Ike. Sementara saya masih membaca surah Ya-Sin di depan tenda kak Ike.
Ditengah kepanikan tersebut babi hutan malah menghampiri kak Fajar dan yang lainnya saat sedang mengambil kompor diatas pohon. Kak Fajri pun langsung mengambil tracking pol untuk mengusir babi hutan tersebut. Tapi apa daya kokohnya tracking pol runtuh hanya dengan suara babi hutan yang keras akhirnya kak Fajri lari meninggalkan kak Fajar yang masih nagkring diatas pohon.
Tak lama kemudian babi hutan tersebut pun berjalan di belakang tenda camp kami dan saya yang saat itu sedang membaca surah Ya-Sin pun melihat dua cahaya mata dari sela-sela tenda kak Ike yang memang ternyata itu adalah babi hutan yang lewat. Kak Fajar dan kak Fajri pun berlalu ke dekat tenda perempuan sambil menyorotkan headlamp kearah bawah treking. Dan ternyata terlihatlah babi hutan betina yang sangat besar sedang berjalan menuruni treking yang membentuk seperti tangga.
Besarnya lebih besar dari domba dan lebih kecil dari kerbau, tapi anehnya babi tersebut tak takut dengan sorotan headlamp yang terang. Ia justru berjalan santai menuruni treking tersebut. Dan akhirnya kompor pun berhasil di dapat dan kita segera membuat air panas untuk menghangatkan kak Ike yang sudah mulai sadar. Dan alhamdulillah kak Ike muntah-muntah saat dibacakan surat Ya-Sin dan berangsur-angsur sadar.
Dan akhirnya air hangat pun siap dan kak Ike sudah sadar namun masih perlu recovery sambil diperdengarkan murottal. Sementara itu babi hutan besar tersebut telah pergi menjauh dan tak lama beberapa pendaki pun terlihat turun dari atas. Kami pun memberi peringatan untuk berhati-hati karena ada babi hutan besar yang barusan ke bawah.
Akhirnya ketegangan malam itu pun berakhir dan kita semua kembali masuk ke tenda masing-masing untuk beristirahat. Namun sekitar 15 menit setelah itu suara langkah kaki kembali terasa dan untungnya itu bukan suara langkah babi karena ada headlamp dan obrolan diantara pendaki yang sudah berangkat untuk melakukan Summit Attack pada jam 11 malam.
Setelah insiden babi hutan tersebut, saya tak bisa tidur dengan tenang karena khawatir ia kembali lagi dan menyeruduk tenda kami terutama tenda yang saya tempati bersama kak Imam dan Roy. Sudah gitu tenda kami paling dekat dengan hammock makanan yang digantung jadi menambah ngeri kalau babi hutan tau makanan di hammock itu.
Sekitar jam 12 Roy bangun dan saya pun menceritakan kejadian menegangkan yang barusan terjadi. Dan setelah jam setengah satu beberapa pendaki perempuan pun mulai bangun. Saya pun mencoba membangunkan semuanya untuk siap-siap Summit Attack.
Sekitar jam 1 kita pun berdoa bersama dan memulai pendakian untuk Summit Attack menaklukkan 3078 mdpl Ciremai ditengah udara malam yang dingin dan gelap gulita. Namun Kak Imam tak ikut karena merasa kurang enak badan dan kedinginan.
Jadi jika masing-masing team berjauhan untuk mengecek apakah masih dalam jangkauan maka kita harus meneriakkan dengan kencang Backbone! Dan team yang berada di belakang jika mendengar panggilan ini maka akan menjawab Maybek.
Namun jika tak ada jawaban makan itu pertanda jarak antara tim sudah lumayan jauh dan mau tak mau tim yang di depan harus menunggu sambil beristirahat. Hal ini penting karena untuk menjaga agar tak ada yang tersesat dan terpisah dari kelompok.
Nah kita akan mulai langsung ceritanya dari tempat camp ya kawan-kawan pendaki. Oya sebelumnya bagi yang belum baca cerita tentang keseruan pendakian dari basecamp Palutungan hingga ke tempat kami mendirikan tenda. Tak ada salahnya kalian baca terlebih dahulu Catatan Seru Penaklukkan Atap Jawa Barat, Gunung Ciremai Via Palutungan Bareng Backbone Adventure Indonesia
Nah jika sudah tahu keseruan perjalanan kami dari kaki gunung yang dijuluki Atap Jawa Barat ini hingga sampai di tempat basecamp yang berada diantara pos Pesanggrahan dan Sanghyang Ropoh. Keseruannya pendakian ini masih belum berakhir dan bakalan tambah seru.
Setelah istirahat sebentar dan membagi tenda, saatnya kita kembali mengisi kembali energi yang terbuang saat pendakian tadi. Sambil menunggu mba Epong Utami sang chef andalan Backbone Adventure Indonesia menyiapkan makan sore sekaligus rapelan makan malam.
Kita dipimpin oleh sang presiden BBA Hovidin duduk melingkar untuk saling mengakrabkan diri. Sembari menghangatkan badan semuanya saling berkenalan ya istilahnya taaruf. Dimulai dari anggota pendaki perempuan ada kak Ainiyah dan kak Lichah dari Depok. Lalu dilanjutkan salah satu biang gula eh biang rame group Delta maksudnya he he he dia adalah kak Lia dari Serang yang punya jurus andalan s*nted saat dikomen krik krik krik.
Selanjutnya ada kak Meilyanan dari Kalideres, kak Rany dari Jakarta Timur dan dua kakak beradik kak Ima dan kak Ike yang kompak banget. Dan terakhir dan yang paling berjasa serta senior, chef BBA mba Epong Utami dari Cibubur yang dengan racikan tangannya membuat makanan-makanan sederhana namun enak banget.
Untuk pendaki laki-laki sendiri lumayan banyak yang berasal dari 3 daerah, yaitu Jabodetabek, Kuningan dan Brebes. Nah sepertinya kita mulai kenalkan dari yang jauh dulu ya dari Jabodetabek ada dua orang yang mirip tapi bukan mirip karena kembar apalagi mukanya beda jauh. Tapi namanya yang mirip kaya adik kakak dan kadang kita sering ketuker manggilnya. Ya dia adalah kak Fajar dan kak Fajri yang menjadi saksi mata tragedi mencekam di camp.
Ada kak Topan (Pancoran) yang juga mengajak adiknya yang masih duduk di bangku SMA, Roy ikut pendakian Ciremai ini. Namun Roy serig jadi bahan candaanya kak Imam yang kadang memanggilnya Roy Kyosi dan diminta untuk menerawang. Ya memang begitulah kak Imam yang dari Kwitang Jakarta Pusat.
Lalu ada Kak Afif asal Daan Mogot Jakarta Barat yang sterong banget bawa dua carrier besar padahal treknya menanjak. Selain itu kak Afif juga menjadi tim yang mencari spot untuk mendirikan tenda di antara pos Pasanggrahan.
Ada pak Presiden BBA, Hovidin yang juga mengajak sepupu istrinya yang berada di Kuningan yaitu kak Ferdi. Namun sayang rencana untuk naik bareng mengajak ibu Presiden Lina tidak jadi karena sedang berbunga-bunga diberi amanah untuk menanti dedek kyut-kyut BBA Junior. Wah Alhamdulillah ya. Dan terakhir ada saya dan Tambrin yang berasal dari Brebes, nah kalau penasaran pengen tau siapa saya bisa baca aja halaman About ya. He he he.
Setelah selesai taaruf kita melanjutkan untuk briefing persiapan Summit Attack 3078 mdpl. Bersamaan dengan udara dingin yang mulai menusuk menembus lapisan jaket. Kita sepakat untuk melakukan Summit Attack pada jam 1 malam berangkat dari camp.
Dan akhirnya hidangan makanan nasi, mie goreng, telur orak-arik, dan mie kuah ditambah sosis ala chef Epong telah jadi dan siap disantap. Kita pun langsung bergerak menyerbu hidangan untuk mengisi perut yang sudah konser keroncongan dan menghangatkan tubuh dari dinginnya udara di ketinggian 2000 mdpl.
Kita pun harus sepiring bertiga karena keterbatasan peralatan makan yang tersedia. Namun meski begitu semuanya terasa nikmat dan penuh kehangatan. Namun saat akan memakan mie kuah sosis ternyata kak Imam malah menambahkan kuah air yang terlalu banyak. Jadinya ya rasanya anyep dan dingin karena bumbunya kurang.
Saat akan menambahkan garam ternyata kenyataan yang menyedihkan terungkap dimana tim konsumsi lupa membeli garam dapur dan yang ada hanya penyedap rasa. Seperti pepatah tak ada akar rotan pun jadi eh kebalik ya, he he he. Akhirnya soup over air itu pun ditambahkan penyedap rasa. Dan saat dimakan wah rasanya berubah drastis. Mie sosisnya berubah rasa dari anyep menjadi rasa sapi. Walaupun rasanya aneh namun satu baskom kecil mie sosis tersebut habis juga. Maklum anak gunung memang begitu selalu menghargai makanan walaupun makanan itu rasanya aneh dan ajaib. He he he.
Usai makan malam tak lupa kita pun melaksanakan shalat Maghrib dan Isya sebelum istirahat mengumpulkan tenaga untuk Summit Attack malam nanti. Namun chef Epong masih bertugas bersama kak Ima untuk memasak nasi dan lauk persiapan Summit Attack.
Dan pak Presiden BBA menyuruh saya bersama kak Fajar dan kak Fajri untuk menemani sekaligus menuntaskan misi menggantungkan makanan dan sampah sebelum akhirnya istirahat. Memang sebelumnya kita mendapat peringatan dari Ranger Taman Nasional Gunung Ciremai untuk menggantungkan makanan dan sampah sebelum tidur. Hal tersebut untuk menghindari serangan babi hutan yang kadang berkeliaran di dekat camp yang kami tempati.
Oleh karena itu kami bertiga bertugas memastikan semua makanan dan bahan makanan serta peralatan makan dan sampah aman dari jangkauan babi hutan sekaligus menemani dan membantu chef Epong dan kak Ima memasak.
Kita memasak tofu, sosis bakar yang digoreng, nuget dan nasi untuk sarapan dan makan siang besok. Sambil ditemani coklat hangat untuk melawan dinginnya Ciremai, satu persatu lauk tersebut selesai dimasak. Dan terakhir saatnya memasak nasi, namun karena lama maka kita secara bertahap menggantungkan beberapa peralatan masak yang sudah tak digunakan lagi.
Tak hanya itu kami pun menyempatkan foto bersama langit yang penuh bintang di camp meskipun terhalang pepohonan. Namun langit cerah penuh bintang tetap terlihat. Sayangnya dari beberapa foto yang dilakukan ternyata hampir semuanya tak begitu jelas muka kita berlima. Maklum karena kita harus jadi seperti manekin atau diam tak bergerak selama 30 detik utnuk mendapatkan foto bintang yang jelas di kamera.
Namun begitu kegiatan foto ini sedikit membuat kami mampu melawan dinginnya malam itu sambil mengisi waktu menunggu nasi yang tak matang-matang. Dan akhirnya sekitar setengah sembilan malam nasi pun matang. Kita pun langsung mengamankan nasi dan lauk dengan hammock yang diikatkan didekat tenda.
Sementara itu pohon yang tak jauh dari camp kami menjadi sasaran kami menitipkan barang-barang seperti kompor dan peralatan masak lainnya serta bahan makanan agar tak mengundang babi hutang datang ke camp kami. Dan terakhir kami sampah pun tak lupa kami ikatkan diatas pohon yang jauh dari jangkauan babi hutan. Setelah itu tepat jam 9 malam kita semua masuk ke tenda masing-masing untuk beristirahat.
Namun ini bukanlah akhir keseruan malam itu tapi malah sebuah awal menegangkan yang terjadi. Setelah memakai Sleeping Bag dan mematikan headlamp, saya mencoba memejamkan mata. Namun lima menit kemudian suara mengerikan itu terdengar.
Jelas sekali di bawah jurang suara babi hutan terdengar seperti sedang berebut sesuatu. Dan saya pun tak bisa memejamkan mata dengan tenang. Bahkan kak Fajri dan kak Fajar berkata dari dalam tenda sebelah ada babi setelah mendengar suara itu.
Tak lama tanah bergetar dan terdapat suara langkah seperti ada pendaki lain yang lewat. Namun yang aneh tak ada cahaya dari sorotan headlamp. Suasana mencekam tersebut semakin menjadi saat kak Fajar dan kak Fajri keluar tenda dan memanggil saya dari luar dengan suara minta tolong kalau kak Ike kumat lagi.
Akhirnya tanpa pikir panjang saya langsung keluar tenda dan melihat kak Fajri sedang mengambil Al Qur'an untuk membacakan surat Ya-Sin. Dan memang saat itu keadaan begitu mencekam karena kak Ike kembali ketempelan dan teriak-teriak.
Akhirnya saya pun ikut membacakan surat Ya-Sin di dekat tenda ka Ike yang sedang dibantu pendaki perempuan lainnya di dalam tenda untuk segera sadar. Saat itu pak Presiden BBA, Hovidin pun keluar dari tenda dan melihat kondisi malam mencekam itu.
Dan akhirnya kak Fajar beserta kak Fajri dan pak Presiden BBA berinisiatif untuk mengambil kompor dan membuat minuman hangat untuk membantu recovery kak Ike. Sementara saya masih membaca surah Ya-Sin di depan tenda kak Ike.
Ditengah kepanikan tersebut babi hutan malah menghampiri kak Fajar dan yang lainnya saat sedang mengambil kompor diatas pohon. Kak Fajri pun langsung mengambil tracking pol untuk mengusir babi hutan tersebut. Tapi apa daya kokohnya tracking pol runtuh hanya dengan suara babi hutan yang keras akhirnya kak Fajri lari meninggalkan kak Fajar yang masih nagkring diatas pohon.
Tak lama kemudian babi hutan tersebut pun berjalan di belakang tenda camp kami dan saya yang saat itu sedang membaca surah Ya-Sin pun melihat dua cahaya mata dari sela-sela tenda kak Ike yang memang ternyata itu adalah babi hutan yang lewat. Kak Fajar dan kak Fajri pun berlalu ke dekat tenda perempuan sambil menyorotkan headlamp kearah bawah treking. Dan ternyata terlihatlah babi hutan betina yang sangat besar sedang berjalan menuruni treking yang membentuk seperti tangga.
Besarnya lebih besar dari domba dan lebih kecil dari kerbau, tapi anehnya babi tersebut tak takut dengan sorotan headlamp yang terang. Ia justru berjalan santai menuruni treking tersebut. Dan akhirnya kompor pun berhasil di dapat dan kita segera membuat air panas untuk menghangatkan kak Ike yang sudah mulai sadar. Dan alhamdulillah kak Ike muntah-muntah saat dibacakan surat Ya-Sin dan berangsur-angsur sadar.
Dan akhirnya air hangat pun siap dan kak Ike sudah sadar namun masih perlu recovery sambil diperdengarkan murottal. Sementara itu babi hutan besar tersebut telah pergi menjauh dan tak lama beberapa pendaki pun terlihat turun dari atas. Kami pun memberi peringatan untuk berhati-hati karena ada babi hutan besar yang barusan ke bawah.
Akhirnya ketegangan malam itu pun berakhir dan kita semua kembali masuk ke tenda masing-masing untuk beristirahat. Namun sekitar 15 menit setelah itu suara langkah kaki kembali terasa dan untungnya itu bukan suara langkah babi karena ada headlamp dan obrolan diantara pendaki yang sudah berangkat untuk melakukan Summit Attack pada jam 11 malam.
Setelah insiden babi hutan tersebut, saya tak bisa tidur dengan tenang karena khawatir ia kembali lagi dan menyeruduk tenda kami terutama tenda yang saya tempati bersama kak Imam dan Roy. Sudah gitu tenda kami paling dekat dengan hammock makanan yang digantung jadi menambah ngeri kalau babi hutan tau makanan di hammock itu.
Sekitar jam 12 Roy bangun dan saya pun menceritakan kejadian menegangkan yang barusan terjadi. Dan setelah jam setengah satu beberapa pendaki perempuan pun mulai bangun. Saya pun mencoba membangunkan semuanya untuk siap-siap Summit Attack.
Sekitar jam 1 kita pun berdoa bersama dan memulai pendakian untuk Summit Attack menaklukkan 3078 mdpl Ciremai ditengah udara malam yang dingin dan gelap gulita. Namun Kak Imam tak ikut karena merasa kurang enak badan dan kedinginan.
Pos 6 - Pos 7 Sanghyang Ropoh (2.850 mdpl)
Setelah berjalan sekitar 30 menit melewati trek yang menanjak dan berdebu kami pun sampai di pos 7 Sanghyang Ropoh, di pos ini pun beberapa tenda pendaki lainnya masih berdiri. Namun hanya beberapa saja yang terisi karena kebanyakan mereka juga sedang melakukan Summit Attack.
Kami pun langsung melanjutkan perjalanan setelah break beberapa saat di dekat pos tersebut. Namun saat itu kak Lia merasa kedinginan dan tak kuat untuk melanjutkan perjalanan Summit Attack. Akhirnya diputuskan untuk menghindari hal-hal yang tak diinginkan saat perjalan maka kak Lia akhirnya diantar kembali ke camp oleh kak Topan dan kak Sidiq.
Sementara kami melanjutkan perjalanan menuju pos 8 Goa Walet yang didominasi trek yang menanjak dan berdebu.
Pos 7 - Pos 8 Goa Walet (2.950 mdpl)
Setelah dari Pos Sanghyang Ropoh trek mulai semakin curam dan berdebu. Bahkan treking hampir tak ada pohon dimana kita bisa melihat langit cerah penuh bintang diatas Gunung Ciremai. Tak hanya itu kita pun bisa melihat lampu-lampu kota Majalengka dan Kuningan yang gemerlap.
Namun di trek ini mulai padat oleh pendaki lain yang juga akan melakukan Summit Attack. Bahkan di beberapa titik kita harus tertahan dan berhenti karena macet oleh banyaknya pendaki yang melakukan Summit Attack.
Terlebih di pertengahan jalur ini terdapat simpang Apuy dimana merupakan jalur pertemuan antara jalur pendakian Apuy dari Majalengka dan jalur Palutungan dari Kuningan. Dan itu membuat jalur pendakian menuju pos 8 Goa Walet padat merayap.
Terlebih lagi trek yang curam dan berdebu serta bebatuan memaksa kita untuk berjalan hati-hati agar tak tergelincir dan membahayakan pendaki di bawah kita. Waktu tempuh pun menjadi dua kali lipatnya. Maklum saat itu kita naik pada tanggal 18 Agustus dimana pada tanggal itu memang sedang libur panjang. Sehingga banyak yang melakukan pendakian untuk mengisi waktu libur panjang sekaligus memanfaatkan mommen 17 Agustus untuk berfoto di puncak gunung.
Sekitar jam 3 angin dingin subuh mulai terasa dingin menusuk masuk kedalam jaket yang berlapis-lapis. Beberapa kak Ainiyah dan kak Mely harus di kawal karena sudah semakin kelelahan dan tertinggal cukup jauh dari rombongan utama.
Saya sendiri berada diantara rombongan utama dan tim sweeping karena saya membawa suplay air dan makanan ringan. Selain saya terdapat dua suplay air lagi dalam rombongan Summit Attack dimana salah satunya berada bersama tim sweeping dan satu lagi bersama tim di depan.
Dan akhirnya adzan Subuh terdengar dari kaki gunung dan langit gelap pun berangsur mulai berubah warna semakin terang. Dan 15 menit kemudian akhirnya seluruh tim sampai di pos 8 dan kami langsung melaksanakan shalat Subuh berjamaah di atas bebatuan.
Setelah berkumpul semua kami pun menyalakan kompor dan membuat air hangat untuk menghangatkan tubuh. Namun suhu dingin memang tak mampu membuat kekuatan api kompor portabel kurang terasa. Bahkan harus memegang apinya dulu baru terasa hangat.
Di ketinggian 2.950 mdpl ini memang suhu sangat rendah terlebih lagi angin berhembus lumayan membuat hawa dingin tersebut menusuk-nusuk hinga ke tulang. Dan setelah warna jingga mulai muncul di horison yang sangat indah.
Setelah beristirahat selama kurang lebih 15 menit kami pun langsung melakukan Summit Attack untuk menggapai puncak 3078 mdpl atap Jawa Barat, Gunung Ciremai.
Pos 8 - Puncak (Summit Attack 3.078 mdpl)
Nah Summit Attack ini memang memiliki trek yang sangat curam dan berbatu serta berdebu. Kita harus hati-hati untuk melangkah agar tak terpeleset dan terjatuh. Apalagi sampe jatuh hati wah bisa berabe itu loh. He he he.
Namun setelah 30 menit mendaki akhirnya sampai juga di pucak tertinggi atap Jawa Barat Gunung Ciremai.3.078 mdpl. Di puncak gunung Ciremai ini terdapat dua kawan yaitu kawah barat dan kawah timur.
Karena jalur Palutungan dan Apoy berada di sebelah barat puncak Ciremai, jadi kita tak bisa menikmati Sunrise dari puncak Ciremai. Namun jika ingin menikmati sunrise harusnya naik gunung Ciremai lewat jalur Lingarjati Cirebon.
Tapi untuk jalur Palutungan dan Apuy lebih cocok untuk berburu Sunset karena spotnya yang sangat keren. Terlebih lagi pemandangan yang bersih diatas awan pasti membuat foto sunset nya menjadi dramatis dan keren banget.
Berada di puncak Ciremai tak kami sia-siakan, beberapa jepretan kamera pun berhasil mengabadikan moment tersebut. Meskipun sebelumnya meraskan lelah yang teramat dalam pendakian. Semua lelah tersebut seketika hilang oleh keindahan dari puncak atap Jawa Barat ini.
Tak lupa foto bersama wajib sebagai dokumentasi perjalanan pendakian Gunung Ciremai. Tak hanya itu banyak yang memanfaatkan berada di Puncak Ciremai ini untuk memotret pesan untuk teman-temannya yang kebanyakan pesanan.
Namun ketika saya ingin menulis pesan untuk seseorang diatas puncak, ternyata saya tak kuat. Tapi tak kuat bukan karena saya masih sendiri ya tapi karena angin yang berhembus membawa hawa dingin yang membuat tangan ini menggigil dan susah untuk menulis. Ya lagian juga bingung sih mau nulis nama siapa di pesannya he he he.
Tapi yang penting tulisan ditengah menggigilnya tangan tersebut saya telah berjuang dan menghasilkan tulisan "Dapat Salam dari Mt Ciremai" walaupun bentuknya kaya tulisan saya saat masih duduk di kelas 1 sekolah dasar. Kalau kata orang mah kaya ceker ayam, tapi ceker ayam pun jadi enak kalau sama mie ayam dan jadi mie ayam ceker (wah malah kemana-mana ini he he he).
Setelah puas berfoto dan menjepret pesan titipan teman-teman dan orang terkasih. Akhirnya kita memutuskan untuk turun. Karena kita mengejar waktu untuk pulang dimana hari senin harus sudah berada di tempat kerja.
Ternyata turun gunung itu lebih berbahaya dari pada saat naik. Meski cepat namun harus ekstra hati-hati memilih langkah, karena salah langkah bisa-bisa terpeleset dan gelinding ke bawah. Apalagi treknya adalah jalan berpasir yang licin. Bahkan baru turun dari puncak ke pos 8 saja sepatu saya jebolnya sudah nambah jadi 40% dari yang tadinya cuma 10%.
Selain itu turun gunung memang lebih singkat dari naik gunung namun beban tubuh yang bertumpu di betis dan paha membuat kedua pegal di kedua nya. namun ada trik untuk meminimalisir rasa pegal tersebut. Tapi memang diakhirnya tetap pegal tersebut akan menyerang dan parah. Tapi setidaknya pas turun gunung mampu berjalan jauh.
Sekitar jam 7 an kita mulai turun dari Puncak dan sampai di camp sekitar jam 11 siang. Namun karena sedikit yang bawa air ternyata membuat perjalanan turun ini lebih lama karena suplay air pun sedikit dan hampir sebagaian besar sudah habis.
Sehingga membuat langkah turun dari puncak sedikit lambat karena kekurangan air. Apalagi hari yang mulai panas membuat tubuh rawan dehidrasi. Hal ini karena kita berada di ketinggian lebih dari 2.000 mdpl yang berarti lebih dekat dengan matahari dan panasnya begitu terasa.
Namun akhirnya sekitar setengah 12 siang semua tim sudah berkumpul di camp dan bersiap-siap untuk merapihkan tenda dan packing pulang. Selama setengah jam akhirnya packing selesai dan diakhiri dengan makan siang bersama dengan lauk terkahir yang dimasak pada malam hari sebelum tragedi babi hutan dan kak Ike terjadi.
Kak Lia dan kak Imam yang gagal ikut Summit Attack ke punca Ciremai dengan senang hati memasakkan air hangan dan lauk tambahan untuk para pendaki BBA yang baru kembali dari Summit Attack. Hampir rata-rata kehausan dan kekurangan suplay makanan karena memang saat di pos 8 kita tak jadi sarapan disana dan hanya memakan nuget serta minum air dan makan biskuit.
Nampak sekali muka-muka lelah dan berdebu dari para pendaki yang Summit Attack nampak jelas. Dan setelah istirahat sebentar akhirnya mereka mulai packing setelah makan siang bareng. Setelah packing selesai dan membereskan sampah-sampah yang ada di sekitar bekas camp kita akhirnya kita akan melanjutkan perjalanan turun gunung dengan target maghrib sudah berada di basecamp Palutungan.
Saya pun turun duluan bersama kak Imam yang kebelet buang air besar dan ingin segera sampai di pos 1. Dari tempat camp kita hingga ke pos Tanjakan Asoy hampir tak berhenti dan terus turun sambil setengah berlari. Pertama memang saya tak bisa mengimbangi kak Imam yang larinya lumayan cepat.
Namun akhirnya saya mampu mengimbangi langkah stelah beberapa kali berhenti untuk minum. Dan di pos 4 Arban baru kami berhenti sejenak untuk mengumpulkan tenaga. Tentunya sambil berbincang dengan pendaki lain yang sedang menunggu temannya turun dari Summit Attack.
Sebagai pembalasan gak ikut Summit Attack kak Imam minta di fotoin di setiap pos saat turun gunung. Dan saya pun jadi ikut-ikutan deh minta di foto di setiap pos saat turun. Namun sayang di pos Pasanggrahan dan Pos Tanjakan Asoy tak foto. Namun kak Imam malah minta di fotoin dan video pas gelantungan di akar pohon diantara pos Tanjakan Asoy dan Arban.
Saat gelantungan itu malah kepergok sama pendaki lain yang baru naik. Tapi bukanya malu eh malah pendaki itu diajakin nyoba gelantungan kaya tarzan di akar pohon dan minta saya videoin. Kak Imam emang ada-ada saja tuh ya mungkin sebagai balasan gagal Summit Attack karena kedinginan.
Pas di pos Pangguyangan Badak kita bertemu dengan Ferdi yang ternyata juga turun cepat karena kebelet. Maklum mereka turun cepat karena mengejar ke toilet yang hanya ada di pos 1 Cigowong. Akhirnya setelah dua jam turun sampai juga di pos satu dan kak Imam serta kak Ferdi langsung menuju toilet untuk menuntaskan sesuatu yang tertahan selama masih di atas.
Sekitar jam 2 siang kita sampai di pos Cigowong dan tak lupa kita pun melaksanakan shat Dzuhur sambil istirahat menunggu yang lain. Tak lama kemudian rombongan kedua sampai yang terdiri dari kak Fajri, kak Ima dan Kak Ike. Sambil istirahat dan menunggu yang lain semuanya berkumpul dan memesan makanan di warung pos Cigowong ini.
Namun setelah beristirahat hampir setengah jam akhirnya kak Imam, saya dan kak Ferdi memulai perjalanan turun dari pos Cigowong ke basecamp karena lama-lama istirahat terasa semakin dingin. Tadinya mau bareng turun tapi ternyata kak Fajri, kak Ima dan kak Ike masih ingin beristirahat setelah tak turun tak berhenti-henti hingga pos Cigowong.
Akhirnya kita bertiga pun turun duluan karena sudah terasa dingin dan ingin segera mandi di basecamp. Namun saat seperempat perjalanan, kak Ferdi lupa bahwa jaketnya ketinggalan di mushala. Akhirnya ia balik lagi ke Pos Cigowong untuk mengambil jaketnya yang ketinggalan di mushala.
Dan saat turun ini kak Imam malah jalannya mundur karena kalau maju secara teknis terasa sakit di bagian paha. Namun jika mundur maka sakit di paha itu akan terkurangi bebannya menjadi 50% saja. Tapi betis akan lebih sakit saat berjalan mundur begitu pun dengan leher yang terus menengok jadi pegal.
Saya sendiri tetap berjalan maju saja sambil menuruni trek yang berdebu. dan tak memaksakan untuk mengimbangi kak Imam yang semangat banget turun. Banyak pendaki yang merasa heran dengan kelakuan kak Imam yang berjalan mundur. Ya jelas turun gunung kok ngadepnya keatas kan aneh, tapi ya saya bilang aja itu pahanya kesakitan jadi jalannya gitu biar gak terasa sakit.
Akhirnya saat sampai pintu gerbang pendakian palutungan bertepatan dengan adzan Ashar yang berkumandang. Dan disini kita istirahat lumayan lama sekitar 15 menit dan tentu saja foto-foto dulu sebagai kenang-kenangan.
Setelah itu baru melanjutkan berjalanan turun ke base camp yang jaraknya tinggal sekitar 1km lagi. Namun dalam 1 km tersebut kaki saya sudah tak bisa kompromi lagi terlabih rasa sakit di kedua paha yang semakin menjadi.
Al hasil kak Imam jauh di depan dan saya masih berjalan santai di belakang. Sampainya di pemukiman saya langsung menuju Masjid untuk istirahat sebentar dan melaksanakan shalat Ashar. Tadinya sih mau sekalian mandi tapi ternyata kamar mandinya nagantri panjang. Jadi ya cuma shalat Ashar dan istirahat sekitar 15 menitan, setelah itu langsung turun ke basecamp.
Sementara kak Imam sedang asyik menikmati bakso di salah satu warung di dekat base camp. Dan sudah bersama kak Ferdi yang juga sudah sampai ternyata di basecamp. Saya pun langsung memesan bakso untuk menghangatkan tubuh sekaligus mengisi ulang energi sambil menunggu teman-teman BBA lainnya turun.
Kita sendiri sampai di basecamp sekitar jam 4 kurang 15 menit, sementara semua tim BBA berkumpul semua di basecamp Palutungan saat adzan Maghrib. Dan Pak Presiden BBA, Hovidin langsung ke basecamp untuk laporan dan mendapatkan sertifikat dari Taman Nasional Gunung Ciremai karena sudah melakukan pendakian yang ramah lingkungan.
Selain itu kita pun dapat jatah makan satu bungkus untuk masing-masing orang dari basecamp Palutungan. Dan setelah bersih-bersih serta mandi akhirnya kami pulang dimana satu mobil pulang ke rumah istrinya pak Presiden Hovidin yang menjadi titik temu rombongan. Sementara dua mobil lainnya langsung meluncur ke Jakarta untuk mengejar sampai sebelum tengah malam agar senin bisa pada masuk kerja.
Dan akhirnya adzan Isya kami sampai di rumah istri Pak Presiden BBA Hovidin di Kuningan. Untuk mengambil motor dan beres-beres sebelum pulang ke Brebes. Tepat jam setengah 8 malam saya dan Tambrin pun pamit untuk pulang ke Brebes mengunakan sepeda motor.
Memang jarak tempuhnya tak begitu jauh sekitar 2 jam perjalanan menggunakan sepeda motor. Namun karena rasa lelah yang menyerang dan membawa sepeda motor di malam hari dengan penerangan minim. Bahkan saya tak merasa sedang menyetir sepeda motor atau tak sadar hingga sampai Ciledug. Setelah itu baru sadar untuk tak mengalami hal yang buruk selain itu jalanan yang tak rata membuat kantuk dari lelah sedikit tertahan.
Dan alhamdulillah sekitar jam setengah 10 malam saya sampai di rumah dengan selamat. Dan Ciremai masih menyisakan cerita dan pengalaman yang luar biasa terutama bersama teman-teman Backbone Adventure Indonesia (BBA) yang luar biasa.
Jadi kapan kita ngetrip bareng lagi nih gaes?
Get notifications from this blog